DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas maraknya aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Desa Tobayagan, Kecamatan Pinolosian Tengah.
Rapat yang berlangsung di ruang Badan Musyawarah (Banmus) pada Kamis (30/1/2024) ini dihadiri berbagai pihak, termasuk aparat kepolisian, perwakilan pemerintah desa dan kecamatan, serta warga terdampak.
Ketua DPRD Bolsel, Ir. Arifin Olii, yang memimpin jalannya RDP, mengakui bahwa persoalan PETI di daerah tersebut berada dalam situasi yang dilematis.
“Kita semua tahu bahwa aktivitas ini ilegal, namun statusnya di Desa Tobayagan dan Pidung masih belum jelas. DPRD sendiri tidak memiliki kewenangan untuk menutup tambang ini, kami hanya dapat mengeluarkan rekomendasi,” ujar Arifin.
Sementara itu, Ruslan Paputungan, S.AP, salah satu anggota DPRD, menegaskan bahwa langkah konkret harus segera diambil untuk menyelesaikan persoalan ini. Ia mengusulkan agar para pelaku PETI, termasuk pemodal, dihadirkan dalam rapat berikutnya.
“Mereka harus dipanggil ke DPRD. Jika aktivitas ini tidak sesuai regulasi, maka harus ada tindakan tegas. Jika mereka ingin tetap beroperasi, maka wajib mengurus izin sesuai aturan yang berlaku,” tegas Ruslan.
Senada dengan hal itu, Halilintar Kadullah, anggota DPRD lainnya, menegaskan bahwa langkah yang diambil DPRD ini merupakan bentuk dukungan bagi masyarakat yang mendesak penutupan tambang ilegal.
“PETI yang menggunakan alat berat seharusnya bisa dikenakan sanksi pidana,” ujarnya.
Di sisi lain, Salman Mokoagow, anggota DPRD lainnya, mengungkapkan bahwa pihaknya berencana melakukan penyelidikan langsung ke lokasi tambang. Namun, ia menegaskan bahwa DPRD hanya berperan sebagai fasilitator dalam persoalan ini.
“Kami tidak memiliki wewenang untuk menutup tambang ilegal. Kami hanya menjembatani kepentingan masyarakat dan pemerintah untuk kemudian mengeluarkan rekomendasi,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kasat Intel Polres Bolsel, IPTU Christian YY Rengkung, menyoroti dampak buruk dari aktivitas PETI yang semakin meluas. Ia menegaskan bahwa selain merusak lingkungan, tambang ilegal juga berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat.
“Kami terus berupaya mencegah kerusakan lingkungan dan menghindari konflik horizontal di tengah masyarakat. Oleh karena itu, kami menyarankan agar seluruh aktivitas PETI, baik yang dilakukan secara konvensional maupun menggunakan alat berat, segera dihentikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Camat Pinolosian Tengah, Oni Podomi, SE, menegaskan bahwa baik tambang manual maupun yang menggunakan alat berat tetap ilegal dan berdampak negatif terhadap lingkungan.
“Namun, kami berharap ada kebijakan khusus bagi penambang manual, mengingat banyak warga yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Meski begitu, tuntutan masyarakat saat ini lebih terfokus pada penutupan tambang yang menggunakan alat berat,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut dari RDP ini, DPRD Bolsel merekomendasikan pembentukan Tim Terpadu yang akan melibatkan unsur TNI/Polri, Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Kesbangpol, serta DPRD. Tim ini akan bertugas mengkaji langkah-langkah yang perlu diambil terkait aktivitas PETI di wilayah tersebut.
Hadir dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPRD Jelfi Djauhari, S.Pd, Ketua Komisi III Fadli Tuliabu, SH, serta sejumlah anggota DPRD lainnya seperti Zulkipli Mundok, Karmawan Makakalag, Rifal Dali, dan Meyti Ahyani. Tak ketinggalan, Sangadi (Kepala Desa) dari Desa Tobayagan dan Desa Tobayagan Selatan juga turut serta dalam pertemuan tersebut.
Dengan adanya rekomendasi ini, masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti permasalahan tambang ilegal yang telah lama menjadi keresahan bersama.